KITAB-KITAB HADITS DAN PENYUSUNNYA - BERITA ISLAM TERKINI
loading...

Friday, September 8, 2017

KITAB-KITAB HADITS DAN PENYUSUNNYA



BAB I
PENDAHULUAN

Allah telah memberikan kedudukan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulullah dengan fungsi antara lain: menjelaskan Al-Qur’an, dipatuhi oleh orang-orang beriman, menjadi Uswatun Hasanah dan rahmad bagi seluruh alam.Berangkat dari pemahaman tersebut, maka untuk mengetahui hal-hal yang harus diteladani dan yang tidak harus diteladani dari diri Nabi, diperlukan sebuah penelitian. Dengan demikian, dapat diketahui hadits Nabi yang berkaitan dengan ajaran Agama Islam, praktek Nabi dalam mengaplikasikan petunjuk Al-Qur’an sesuai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh Nabi dan sebagainya. 
Hadist yang tertulis baik secara resmi atau tidak resmi yang berupa catatan yang dibuat oleh para sahabat tertentu atas inisiatif mereka sendiri, jumlahnya pun tidak banyak. Untuk menjaga keabsahan hadits Nabi, maka diperlukapembukuan hadits, dimana didalam hadits terdapat seorang perawi, sanad dan matan. Dan untuk lebih mengenal tentang para orang yang meriwayatkan hadits, diperlukan pengenalan lebih lanjut terhadap para mukhorij hadist. Berangkat dari fakta di atas, kami akan sedikit menyinggung dan
membahas tentang para mukhorij hadist.
Setelah Al-Quran, hadits nabi adalah panduan kedua umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Dan di antara kitab-kitab hadits yang jumlahnya puluhan ada beberapa kitab hadits yang masyur yang sangat tersohor penulisnya, salah satunya adalah Shahih Bukhari yang keakuratannya paling terpercaya.
Dalam khazanah hukum Islam, kitab-kitab hadits mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebagai sumber kedua hukum Islam setelah Al-Quran. Dalam ranah keilmuan hadits, dikenal istilah kutubus sittah yang berarti enam kitab induk kumpulan hadits nabi yang diakui sebagai rujukan.
















BAB II
POKOK-POKOK BAHASAN
KITAB-KITAB HADITS DAN PENYUSUNNYA

A.     AL-MUWATHTHA KARYA IMAM MALIK
Kitab ini disusun oleh ulama besar yang hidup pada generasi tabi’ut tabi’in, bintangnya para ulama di Madinah dan guru dari para Imam madzhab. Kitab hadits yang disusun oleh oleh ulama besar kelahiran Madinah itu diakui keakuratan dan bobot keilmuannya. Itulah kitab Al-Muwaththa’ karya Al-Imam Malik bin Anas. Demikian hebat kitab tersebut, hingga Imam Syafi’i mengatakan, “Ti­dak ada kitab dalam masalah ilmu yang lebih banyak benarnya dibandingkan dengan Muwath­tha’-nya Malik.”
Kitab yang berisi lima ribuan hadits shahih itu disaring Imam Malik dari seratus ribu hadits dihafalnya, yang diperoleh dari 40 tahun pencarian dan pembelajaran ke ahli-ahli hadits terkemuka. Dalam sebuah riwayat diceritakan, khalifah kedua Bani Abbasiyyah, Abu Ja’far Al-Manshur, meminta Imam Malik untuk menulis hadits-hadits yang dikuasainya agar bisa menjadi rujukan. Namun karena Imam Malik memerlukan waktu yang cukup lama dalam menyusun kitab perdananya itu, Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur yang keburu meninggal tidak sempat lagi membacanya. Namun penggantinya, Harun Al-Rasyid, sangat menghormati kitab karya Imam Malik tersebut, sampai pernah bermaksud menggantungnya di dinding Ka’bah sebagai lambang persatuan ulama dalam hal agama.
Usai menyusun kitab kumpulan haditsnya tersebut, Imam Malik sempat kebingungan mencari judul yang sesuai untuk kitabnya. Sampai suatu ketika ia bermimpi dikunjungi Rasulullah yang bersabda kepadanya, “Sebarkan kitab ini kepada manusia.” Ketika bangun dari tidur, Imam Malik pun mantap menamakan kitabnya dengan Al-Muwaththa’ yang artinya kitab yang disepakati atau panduan.
Kitab Al-Muwaththa disebarkan kepada umat Islam melalui murid-muridnya, terutama murid terakhirnya yang wafat 80 tahun setelah wafatnya Imam Malik, yakni Abu Hudzafah Ahmad bin Isma’i1 As-Sahmi.
Jika menilik riwayat penyusunnya, Kitab Al-Muwaththa memang sangat layak untuk dihormati. Betapa tidak, Imam Malik, sejak masa hidupnya hingga saat ini termasuk salah seorang ulama tak pernah berhenti disanjung karena keilmuannya . Imam Syafi’i, misalnya, mengomentari sang guru dengan ucapan, “Jika disebutkan nama-nama ulama, Imam Malik adalah bintangnya.” Pendiri madzhab Syafi’iyyah itu juga menambahkan, “ Kalau bukan karena (perantaraan) Imam Malik dan Ibnu Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu yang ada di Hijaz.
1.    Sanad Paling Shahih
Tak heran jika seluruh penduduk Hijaz menjuluki Imam Malik dengan Sayyidu Fuqaha-il Hijaz, penghulu para ahli fiqih Hijaz. Sementara Imam Yahya bin Sa’id Al-Qahthan dan Yahya bin Ma’in, dua ulama besar Hijaz lainnya menjulukinya Amirul Mu’minin Fil Hadits, pemimpin orang-orang beriman dalam bidang hadits.”       
Bahkan Imam Al-Bukhari, muhaddits besar penyusun kitab Shahih Bukhari, mengatakan, “Yang dikatakan ashahhul asanid, sanad hadits yang paling shahih adalah sanad yang terdiri dari Malik, Nafi’, dan Ibnu Umar.”
Dan jika ditelusuri lebih jauh, keunggulan ilmu Imam Malik sudah diisyaratkan sejak masa beginda Nabi Muhammad SAW. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh manusia akan menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, maka mereka tidak mendapati seorang alim pun yang lebih berilmu dibandingkan dengan ulama Ma­dinah.” (HR An-Nasa’i, Ibnu Abi Hatim dan Adz-Dzahabi).
Sufyan bin Uyainah berkata, “Dulu aku mengira orang itu adalah Sa’id bin Musayyib, tetapi seka­rang aku yakin bahwa dia adalah Malik yang tiada bandingannya di Madinah.”
2.    Biografi Imam Malik
Imam yang lahir di Kota Madinah pada tahun 93 H itu memiliki nama lengkap Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Al Harits Al-Ashbahi. Abu Amir adalah warga Yaman yang berhijrah ke Madinah untuk belajar dan mengikuti perjuangan Rasulullah SAW.
Sedangkan kakek Imam Malik yang juga bernama Malik adalah seorang tabi’in besar yang juga ahli fiqih kenamaan pada masanya. Ia adalah salah seorang dari empat tabi’in yang jenazahnya dibawa sendiri oleh Khalifah Utsman.
Ibunda Imam Malik adalah Aliyah Syuraik yang dalam sebuah riwayat diceritakan, telah mengandung janin Imam Malik selama dua atau tiga tahun di dalam perut sebelum melahirkannya di Kampung Zuwarmah di utara Madinah, pada zaman pemerintahan Khalifah Al-Walid Abdul Malik.
Ketika Malik lahir, Madinah terkenal sebagai pusat ilmu keislaman, dengan para tabi’in sebagai guru-gurunya. Kondisi sosial yang kondusif memupuk cinta Malik kecil terhadap ilmu al-Quran dan hadits sejak kecil. Setiap kali belajar satu hadits, bocah yang dikenal memiliki hafalan sangat kuat itu lalu mengikat sebuah simpul tali sebagai pengingat hadits yang dipelajarinya.
Imam Malik bin Anas dikenal berwajah tampan, berkulit putih kemerah-merahan, berperawakan tinggi besar, ber­jenggot lebat, pakaiannya selalu bersih, suka berpakaian berwarna putih, jika memakai imamah seba­gian diletakkan di bawah dagunya dan ujungnya diuraikan di antara kedua pundaknya. Tokoh yang termasyhur dengan kecer­dasan, keshalihan, keluhuran ji­wanya, dan kemuliaan akhlaqnya itu juga gemar memakai wangi-­wangian dari misik dan yang lain­nya.
Imam Malik menuntut ilmu ke­tika masih berusia belasan tahun. Ketika remaja, Malik yang hidup dalam keadaan sangat miskin sering terpaksa menjual kayu dari atap rumahnya yang runtuh untuk mendapatkan uang bekal mengaji.
Ketika berusia 17 tahun, ulama yang konon berguru kepada 900 orang ulama kalangan tabi’in itu sudah sangat alim dalam ilmu agama. Di antara guru-gurunya adalah Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, dan Abdullah bin Dinar.
Dan ketika usianya menginjak 21 tahun, ia su­dah dipercaya para ulama untuk berfatwa dan membuka majelis ta’lim. Banyak ulama yang mengambil ilmu riwayat darinya, meski saat itu usianya jauh lebih muda. Murid-muridnya antara lain Abdullah Ibnul Mubarak, Al-Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al-Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya Al-Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats-Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Abu Hudzafah As-Sahmi, dan Az-Zubairi.
Dipercaya menjadi seorang mufti di usia belia, tidak membuat Imam Malik lupa diri. Abu Mush’ab menceritakan, “Aku mendengar Malik berkata, ‘Aku ti­dak berfatwa hingga 70 orang ber­saksi bahwa aku layak berfatwa.” Dalam berfatwa pun Imam Malik terkenal sangat berhati-hati
Walaupun dikenal sebagai ulama terbesar pada masanya, Imam Malik juga tak luput dari ujian. Pada masa pemerintahan Al-Manshur Imam Malik per­nah dipukul dengan cambuk sebanyak tujuh puluh kali lecutan.
Dikisahkan ketika khalifah Al-Manshur melarang Malik menyampaikan hadits, “Tidak ada thalaq bagi orang yang dipaksa.” Tetapi ada orang yang dengki dengannya yang menye­lundup di majelisnya yang menanyakan hadits tersebut hingga Malik menyampaikannya di muka umum. Abu Ja’far yang murka men­cambuk Imam Malik.”
Muhammad bin Umar berkata, “Sesudah kejadian tersebut Malik semakin naik derajatnya di mata manusia.” Adz-Dzahabi menambahkan, “Inilah buah dari ujian yang terpuji, akan mengangkat kedudukan hamba di sisi orang-orang yang beriman.”



B.     SHAHIH AL-BUKHARI KARYA IMAM AL-BUKHARI

Di antara kitab-kitab hadis yang berkembang, kitab Shahih Imam Al-Bukhari merupakan salah satu di antara kitab hadis yang paling populer dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di antara ulama bahkan mengatakan tidak ada kitab yang paling sahih setelah al-Qur’an selain kitab Shahih Al-Bukhari. Anggapan ulama bahwa kitab Shahih Imam al-Bukhari ini memiliki akurasi yang tinggi, bukan tanpa alasan. Tetapi, memang dipahami dari metode Imam al-Bukhari sendiri di dalam menyeleksi hadis-hadis yang beliau masukan ke dalam kitab Shahih-nya.
Shahih Bukhari adalah karya terbesar dan terpenting di bidang hadits. Sejak dulu banyak ulama yang meyakini, jika kitab Shahih Bukhari dibaca secara berjamaah akan mucul fadhilahnya, seperti untuk menangkal musibah dan memulihkan keamanan suatu daerah.
Nama asli Imam Bukhari adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Ju'fi Al-Bukhari. Julukan penghormatannya Abu Abdullah. Sedangkan nama Bukhari dinisbatkan kepada desa tempat kelahiran beliau, Bukhara. Imam Bukhari lahir pada hari Jum'at 13 Syawal 194 H (810 M), di Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, juga dikenal sebagai ulama ahli hadits yang pernah berguru kepada beberapa tabi’in dan tabiut tabi’in, seperti Imam Malik bin Anas, dan Imam Abdullah bin Al-Mubarak.
Ketika usianya menginjak 10 tahun, Imam Muhammad Al-Bukhari yang mempunyai kecerdasan dan daya ingat yang diatas rata-rata, mulai belajar dan menghafal hadits. Merasa tak cukup dengan sekedar berguru di desanya, ia pun mulai mendatangi tokoh-tokoh ahli hadits di sekitar desanya.
Ketika berusia 16 tahun, nama Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mulai dikenal di kalangan muhaditsin sebagai pemuda yang cerdas yang telah hafal Al-Qur'an dan beberapa kitab hadits yang ditulis Imam Abdullah bin Al-Mubarak dan Imam Waki' (guru Imam Syafi’i), ahli hadits pada masanya.
Tahun 210 H, Muhammad Al-Bukhari diajak menunaikan ibadah haji oleh ibunya. Kali ini ia akan mendapatkan kesempatan belajar kepada ulama yang tinggal sepanjang jalur hajinya. Dan seperti yang telah diduga sebelumnya, ketika ibunya kembali ke Bukhara, Muhammad Al-Bukhari memilih untuk tinggal di Mekkah. Di tanah suci ia berguru kepada ulama ahli hadits pada masa itu, seperti Al-Walid, Al-Azraqi, dan Ismail bin Salim. Ia juga ia mengunjungi kota Madinah, untuk menemui para anak cucu sahabat Nabi SAW dan mendengarkan hadits dari mereka. Setelah dirasa cukup, Imam Muhammad Al-Bukhari pun meninggalkan Mekkah dan Madinah, untuk memulai pengembaraan panjangnya menemui para ulama hadits di berbagai pelosok daerah. Ia tercatat sebagai orang pertama melakukan perjalanan terpanjang dalam mencari hadits.
Selama pengembaraannya, Muhammad Al-Bukhari juga sempat menulis beberapa buku tentang hadits. Di antaranya Al-Adab Al-Mufrad, Ra'fu Al-Yadain fii As-Shalah, Birru Al-Walidain, At-Taariikh Al-Ausat, Ad-Dhuafa', Al-Asyribah, dan Al-Hibah. Namun dari sekian banyak karyanya tersebut, Al-Jami’ush Shahih atau Shahih Bukhari lah yang mengabadikan nama Imam Muhammad Al-Bukhari dalam khazanah keilmuan Islam.
Setelah mengembara selama 16 tahun, konon Imam Bukhari berhasil menghimpun sekitar 600.000 hadits, yang diperolehnya dari puluhan negeri dan ribuan guru. Setelah diadakan penyeleksian, menurut perhitungan Ibnu Shalah dan Imam Nawawi, terjaring 7.275 hadits yang dianggap shahih. Jumlah itu termasuk pengulangan hadits dalam beberapa bab berbeda. Sedangkan bila tanpa pengulangan, tercatat sekitar 4.000 hadits.
Lain lagi menurut perhitungan Al-Imam Al-Hafidz. Jumlah hadits shahih dalam kitab karya Al-Bukhari adalah sebanyak 7.397 hadits dengan pengulangan. Sedang bila tanpa pengulangan sebanyak 2.602 hadits.
Kitab Shahih Bukhari memang sangat fenomenal. Hingga saat ini kini lebih dari 100 kitab syarah (penjelasan) Shahih Bukhari telah disusun oleh para ulama. Yang paling terkenal diantaranya adalah : Fathu Al-Baari yang disusun Imam Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar Al-'Asqalani (wafat tahun 853 H), Irsyadu As-Saari disusun Imam Ahmad bin Muhammad Al-Mishri Al-Qashthalani (wafat tahun 923 H), 'Umdatu Al-Qaari karya Al-'Aini (wafat 855 H) dan At-Tawsyih karya Jalaluddin As-Suyuthi.
Dalam teknis penulisanya, Al-Bukhori membuat bab-bab sesuai dengan tema dan materi hadits yang akan ditulisnya, setelah selesai menulis kitab shahihnya, Al-Bukhori memperlihatkanya kepada Ahmad Ibn Hanbal, Ibn Ma’in, Ibn Al-Madani, dan lainnya dari kalangan Ulama’-Ulama’ hadits. Mereka semuanya menilai bahwa hadits-hadits yang terdapat didalamnya kualitasnya tidak diragukan, kecuali 4 buah hadits saja dari sekian banyak hadits yang memerlukan peninjauan ulang untuk dikatakan sebagai hadits shohih.
Dan diantara semua kitab syarah Shahih Bukhari yang pernah dibuat, Fathu Al-Baari dianggap sebagai yang paling bagus, hingga digelari “Penghulu Syarah Bukhari”. Selain syarah, ada juga beberapa kitab yang men-ta’liq (memberi komentar/penjelasan pada bagian-bagian tertentu). Ada juga ulama yang meringkas kitab tersebut, yang lazim disebut mukhtashar (ringkasan), seperti : At-Tajridu As-Shahih disusun Al-Husain bin Al- Mubarak dan At-Tajridu As-Shahih, oleh Ahmad bin Ahmad bin Abdul Latif Asy-Syiraji Az-Zabidi.
Al Bukhori meninggal di desa Khartand kota Samarkand pada tanggal 31 Agustus 870 M (30 Ramadhan tahun 256 Hijriyah.) pada malam idul fitri pada usia 62 tahun kurang 13 hari, ia dimakamkan selepas sholat dhuhur pada hari raya Idul Fitri.
.
C.     SHAHIH MUSLIM KARYA IMAM MUSLIM
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari adl Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih . Ia salah seorang ulama terkemuka yg namanya tetap dikenal hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yg sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya ‘Ulama’ul-Amsar.
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini yaitu mulai tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz Irak Syam Mesir dan negara-negara lainnya.
Imam Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan utk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad utk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur Muslim sering datang kepadanya untuk berguru sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli ia bergabung kepada Bukhari sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli.





D.    SUNAN ABU DAUD  KARYA  IMAM  ABU DAUD

Di antara kitab-kitab kumpulan hadits, inilah kitab yang susunannya bercorak fiqih yang penyusunannya sangat sistematis. Jika kita mengagumi kitab kumpulan hadits karya Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasa’i, maka kita harus terlebih dulu mengagumi kitab kumpulan hadits karya guru mereka yang juga berjudul As-Sunan. Kitab yang juga banyak bercorak fiqih itu ditulis muhadits dan faqih besar pada masanya yaitu Al-Imam Sulaiman bin Imran bin Al-Asy`ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Imron Al-Azdy As-Sajistani atau biasa disebut Imam Abu Dawud.
Kitab As-Sunan tersebut memuat 4800 hadits yang disaring dari 50.000an hadits. Dan 50.000 hadits itu sendiri merupakan saringan dari ratusan ribu hadits yang diperolehnya saat berkelanan. Kumpulan hadits berjumlah 4800 itulah yang lalu ditulis pada kitab As-Sunan.
Tentang kualitas kitab tersebut Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah mengomentari, “Kitab Sunan Abu Dawud adalah kitab yang dengan topiknya Allah telah mengkhususkan kedudukan penulisnya. Dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi hukum, hendaklah para mushannif (pengarang kitab) mengambil hukum dari kitab itu dan kepada itu pula hendaknya para muhaqqiq (pencari kebenaran) merasa ridha. Sesungguhnya Abu Dawud telah mengumpulkan sejumlah hadits ahkam (hukum) dan menyusun serta mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi ia membuang sejumlah hadits dari para perawi yang majruh (mempunyai cela) dan dhu'afa (memiliki kelemahan).”
Demikian besar keutamaan kitab Sunan Abu Dawud, hingga ketika usai disusun, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadits pada masa itu mengomentari, “Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagai­mana besi dilunakkan untuk Nabi Dawud.” Ungkapan yang menunjukan keistimewaan seorang ahli hadits itu dimaksudkan, Imam Abu Dawud telah menyederhanakan persoalan hadits yang rumit, mendekatkan yang jauh dan memudahkan yang sukar.
Selain ahli hadits, Imam Abu Dawud juga menonjol sebagai seorang faqih, ahli fiqih. Kefaqihan dan keahliannya dalam ilmu hadits tampak berpadu ketika Imam Abu Dawud mengritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum fiqih dan dalam penjelasan bab-bab fiqih pada kitab-kitab haditsnya. Kedalaman ilmu Abu Dawud tersebut –meski luar biasa-- cukup dimaklumi mengingat beliau murid kesayangan Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali.
Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyak 4800 hadits, sebagian ulama menghitungnya sebanyak 5.2.74 hadits. Perbedaan ini dikarenakan sebagian orang menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai dua hadits. Abu Dawud membagi Sunannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab.
Koleksi hadis Sunan Abu Dawud telah memikat ulama generasi berikutnya untuk mengulas (mensyarahi) kandungannya dan tak kurang dari 13 kitab yang ditulis oleh ulama dengan latar belakang madzhab fiqh yang berbeda, antara lain :
Ma’alim As-Sunan, oleh Al-Khathabi (wafat 388 H); Syarah As-Sunan, oleh Ar-Ramli (wafat 844 H); Syarah As-Sunan, oleh Quthbuddin as-Syafi’i (wafat 652 H) yang naskah aslinya belum pernah digandakan; Aunu Al-Ma’bud, oleh Syamsu al-Haqq al-Adhim Abadi, dinilai sebagai kitab syarah terpadat dan berwawasan luas; Al-Minhal al-’Azbu al-Maurud, oleh syeikh Mahmud al-Subki (wafat 1352 H) mencapai 10 jilid format besar dan dilanjutkan oleh putera beliau syeikh Amin Mahmud al-Subki sehingga selesai menjadi 14 jilid.
Perihal jumlah guru hadits Imam Abu Dawud, ulama ahli hadits berbeda pendapat. Abu Ali Al-Ghosaany, misalnya, menyebutkan nama-nama guru Abu Dawud yang mencapai 300 orang. Sementara Imam Al-Mizzy menyebutkan jumlah 177 nama guru sang Imam dalam kitabnya, Tahdzibul Kamal.
Jumlah yang sama banyak juga tercatat dalam daftar ulama yang pernah menjadi muridnya. Yang paling terkenal tentu saja Imam Abu Isa At-Tirmidzi dan Imam An-Nasa`i, penyusun dua kitab Sunan yang juga termasuk dalam kutubus sittah. Selain mereka tersebut juga nama Abu Bakr bin Abi Daud, Abu Thoyib Ahmad bin Ibrahim Al-Baghdadi, Abu Amr Ahmad bin Ali Al-Bashri, Ali bin Hasan Al-Anshari, Muhammad bin Bakr At-Tammaar, dan Abu Ali Muhammad bin Ahmad Al-Lu’lu’i, yang tidak lain adalah perawi kitab Sunan Abu Dawud.


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
           
            
Dari sekian banyak kitab-kitab hadits dan penulisnya, ada beberapa penulis yang sangat terkenal keshahihannya diantara penulis-penulis yang lain. Kitab-kitab tersebut diantaranya adalah:
1.      Al-Muwaththo karya Imam Malik
2.      Sahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari
3.      Sahih Muslim Karya Imam Muslim
4.      Sunan Abu Daud  karya imam Abu Daud.

Hanya inilah pembahasan dari kami, sekali lagi kami mohon maaf atas kekurangan dari makalah kami dan mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi siapa
yang membacanya. Amiin..... Ya Rabbal’alamiin.
DAFTAR PUSTAKA


Ø  Al-Hafidz Al-Mabarkafuri, Muqaddimah Tuhfatul-Ahwadzi, Beirut, Dar Al-Fikri, 1979, jilid I,  hal. 109-110.
Ø  Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. 2008. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.


No comments:

Post a Comment