KEUTAMAAN
SHALAT MALAM DAN ANJURANNYA
Oleh : Muhammad bin Suud Al-Uraifi
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam al-Qur-an pada banyak ayat dan
juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits tentang
besarnya pahala yang diperoleh dari melaksanakan shalat malam. Bahkan,
ketahuilah wahai pembaca yang budiman –sebelum kami memaparkan ayat-ayat dan
hadits-hadits tersebut– bahwa shalat yang paling baik setelah shalat wajib
adalah shalat malam, dan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama.[1]
Baca Juga:
Ayat-Ayat
Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya:
Di dalam
banyak ayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kepada Nabi-Nya yang mulia
untuk melakukan shalat malam. Antara lain adalah:
ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﺘَﻬَﺠَّﺪْ ﺑِﻪِ
“Dan pada
sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu….” [Al-Israa’/17: 79]
ﻭَﺍﺫْﻛُﺮِ ﺍﺳْﻢَ ﺭَﺑِّﻚَ ﺑُﻜْﺮَﺓً
ﻭَﺃَﺻِﻴﻠًﺎ ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﺎﺳْﺠُﺪْ ﻟَﻪُ ﻭَﺳَﺒِّﺤْﻪُ ﻟَﻴْﻠًﺎ ﻃَﻮِﻳﻠًﺎ
“Dan
sebutlah nama Rabb-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari
malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang
panjang di malam hari.” [Al-Insaan/76: 25-26].
ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﺴَﺒِّﺤْﻪُ
ﻭَﺃَﺩْﺑَﺎﺭَ ﺍﻟﺴُّﺠُﻮﺩِ
“Dan
bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat.”
[Qaaf/50: 40].
ﻭَﺍﺻْﺒِﺮْ ﻟِﺤُﻜْﻢِ ﺭَﺑِّﻚَ
ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﺑِﺄَﻋْﻴُﻨِﻨَﺎ ۖ ﻭَﺳَﺒِّﺢْ ﺑِﺤَﻤْﺪِ ﺭَﺑِّﻚَ ﺣِﻴﻦَ ﺗَﻘُﻮﻡُ ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ
ﻓَﺴَﺒِّﺤْﻪُ ﻭَﺇِﺩْﺑَﺎﺭَ ﺍﻟﻨُّﺠُﻮﻡِ
“Dan
bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, maka sesungguhnya kamu berada
dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu ketika kamu
bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada be-berapa saat di malam hari
dan waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).” [Ath-Thuur/52: 48-49]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam apabila telah selesai melakukan shalat wajib agar melakukan shalat
malam,[2] hal itu sebagaimana terdapat pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻓَﺮَﻏْﺖَ ﻓَﺎﻧْﺼَﺐْ ﻭَﺇِﻟَﻰٰ
ﺭَﺑِّﻚَ ﻓَﺎﺭْﻏَﺐْ
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabb-mu-lah hendaknya kamu
berharap.” [Asy-Syarh/94 : 7-8)
Allah
Subhanahu wa Ta’ala pun memuji para hamba-Nya yang shalih yang senantiasa
melakukan shalat malam dan bertahajjud, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ
ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ
“Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzaariyaat/51: 17-18]
Ibnu
‘Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Tak ada satu pun malam yang terlewatkan
oleh mereka melainkan mereka melakukan shalat walaupun hanya beberapa raka’at
saja.”[3]
Al-Hasan
al-Bashri berkata, “Setiap malam mereka tidak tidur kecuali sangat sedikit
sekali.”[4]
Al-Hasan
juga berkata, “Mereka melakukan shalat malam dengan lamanya dan penuh semangat
hingga tiba waktu memohon ampunan pada waktu sahur.”[5]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam memuji dan menyanjung mereka:
ﺗَﺘَﺠَﺎﻓَﻰٰ ﺟُﻨُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻋَﻦِ
ﺍﻟْﻤَﻀَﺎﺟِﻊِ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺭَﺑَّﻬُﻢْ ﺧَﻮْﻓًﺎ ﻭَﻃَﻤَﻌًﺎ ﻭَﻣِﻤَّﺎ ﺭَﺯَﻗْﻨَﺎﻫُﻢْ
ﻳُﻨْﻔِﻘُﻮﻥَ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﻧَﻔْﺲٌ ﻣَﺎ ﺃُﺧْﻔِﻲَ ﻟَﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﻗُﺮَّﺓِ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ
ﺟَﺰَﺍﺀً ﺑِﻤَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ
ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ
“Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabb-nya dengan
rasa takut dan harap, dan mereka menafkah-kan sebagian dari rizki yang Kami
berikan ke-pada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan
untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata,
sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” [As-Sajdah/32: 16-17]
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan apa yang mereka lakukan
adalah shalat malam dan meninggalkan tidur serta berbaring di atas tempat tidur
yang empuk.”[6]
Al-‘Allamah
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Cobalah renungkan bagaimana Allah
membalas shalat malam yang mereka lakukan secara sembunyi dengan balasan yang
Ia sembunyikan bagi mereka, yakni yang tidak diketahui oleh semua jiwa. Juga
bagaimana Allah membalas rasa gelisah, takut dan gundah gulana mereka di atas
tempat tidur saat bangun untuk melakukan shalat malam dengan kesenangan jiwa di
dalam Surga.”[7]
Dari
Asma’ binti Yazid Radhiyallahu anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺟَﻤَﻊَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍْﻷَﻭَّﻟِﻴْﻦَ
ﻭَﺍْﻵﺧِﺮِﻳْﻦَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﺟَﺎﺀَ ﻣُﻨَﺎﺩٍ ﻓَﻨَﺎﺩَﻯ ﺑِﺼَﻮْﺕٍ ﻳَﺴْﻤَﻊُ
ﺍﻟْﺨَﻼَﺋِﻖُ : ﺳَﻴَﻌْﻠَﻢُ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﺠَﻤْﻊِ ﺍَﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺎﻟْﻜَﺮَﻡِ،
ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﺟِﻊُ
ﻓَﻴُﻨَﺎﺩِﻱ : ﻟِﻴَﻘُﻢَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻛﺎَﻧَﺖْ ( ﺗَﺘَﺠَﺎﻓَﻰ ﺟُﻨُﻮْﺑُﻬُﻢْ )
ﻓَﻴَﻘُﻮْﻣُﻮْﻥَ ﻭَﻫُﻢْ ﻗَﻠِﻴْﻞٌ .
“Bila
Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir pada
hari Kiamat kelak, maka datang sang penyeru lalu memanggil dengan suara yang
terdengar oleh semua makhluk, ‘Hari ini semua yang berkumpul akan tahu siapa
yang pantas mendapatkan kemuliaan!’ Kemudian penyeru itu kembali seraya
berkata, ‘Hendaknya orang-orang yang ‘lambungnya jauh dari tempat tidur’
bangkit, lalu mereka bangkit, sedang jumlah mereka sedikit.”[8]
Di antara
ayat-ayat yang memuji orang-orang yang selalu melakukan shalat malam adalah
firman Allah:
ﺃَﻣَّﻦْ ﻫُﻮَ ﻗَﺎﻧِﺖٌ ﺁﻧَﺎﺀَ
ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﺳَﺎﺟِﺪًﺍ ﻭَﻗَﺎﺋِﻤًﺎ ﻳَﺤْﺬَﺭُ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓَ ﻭَﻳَﺮْﺟُﻮ ﺭَﺣْﻤَﺔَ ﺭَﺑِّﻪِ
“(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di
waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat
dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?…” [Az-Zumar/39: 9].
ﻟَﻴْﺴُﻮﺍ ﺳَﻮَﺍﺀً ۗ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻗَﺎﺋِﻤَﺔٌ ﻳَﺘْﻠُﻮﻥَ ﺁﻳَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﺁﻧَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺠُﺪُﻭﻥَ
“Mereka
itu tidak sama, di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus,
mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka
juga bersujud (shalat).” [Ali ‘Imraan/3: 113]
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺒِﻴﺘُﻮﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻬِﻢْ
ﺳُﺠَّﺪًﺍ ﻭَﻗِﻴَﺎﻣًﺎ
“Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.”
[Al-Furqaan/25: 64]
ﺳِﻴﻤَﺎﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ ﻣِﻦْ
ﺃَﺛَﺮِ ﺍﻟﺴُّﺠُﻮﺩِ
“Tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud….” [Al-Fat-h/48: 29]
ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺩِﻗِﻴﻦَ
ﻭَﺍﻟْﻘَﺎﻧِﺘِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻔِﻘِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻐْﻔِﺮِﻳﻦَ ﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ
“(Yaitu)
orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya
(di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” [Ali-‘Imran/3: 17].
Dan lain
sebagainya dari ayat-ayat al-Qur-an.
Saya
katakan, “Barangsiapa yang menginginkan pengetahuan yang bermanfaat dan faidah
yang banyak, hendaknya menelaah penafsiran ayat-ayat ini dalam kitab-kitab
tafsir, karena di sana terdapat manfaat dan faidah yang amat besar. Saya
sengaja tidak memaparkannya di sini, semata karena komitmen saya untuk membahas
secara ringkas dan tidak mendalam.”
Hadits-Hadits
Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kepada para Sahabatnya
untuk melakukan shalat malam dan membaca al-Qur-an di dalamnya. Hadits-hadits
yang mengungkapkan tentang hal ini sangat banyak untuk dapat dihitung. Namun
kami hanya akan menyinggung sebagiannya saja, berikut panda-ngan para ulama
sekitar masalah ini.
Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺑَﻌْﺪَ ﺻَﻼَﺓِ
ﺍﻟْﻤَﻔْﺮُﻭْﺿَﺔِ، ﺻَﻼَﺓُ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ .
“Shalat
yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat yang dilakukan di malam
hari.”[9]
Al-Bukhari
rahimahullah berkata: “Bab Keutamaan Shalat Malam.” Selanjutnya ia membawakan
hadits dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa
ia berkata: “Seseorang di masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
apabila bermimpi menceritakannya kepada beliau. Maka aku pun berharap dapat
bermimpi agar aku ceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saat aku muda aku tidur di dalam masjid lalu aku bermimpi seakan dua Malaikat
membawaku ke Neraka. Ternyata Neraka itu berupa sumur yang dibangun dari batu
dan memiliki dua tanduk. Di dalamnya terdapat orang-orang yang aku kenal. Aku
pun berucap, ‘Aku berlindung kepada Allah dari Neraka!’ Ibnu ‘Umar melanjutkan
ceritanya, ‘Malaikat yang lain menemuiku seraya berkata, ‘Jangan takut!’
Akhirnya aku ceritakan mimpiku kepada Hafshah dan ia menceritakannya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda:
ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻟَﻮْ
ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ .
‘Sebaik-baik
hamba adalah ‘Abdullah seandainya ia melakukan shalat pada sebagian malam.’
Akhirnya
‘Abdullah tidak pernah tidur di malam hari kecuali hanya beberapa saat
saja.”[10]
Ibnu
Hajar berkata: “Yang menjadi dalil dari masalah ini adalah sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sebaik-baik hamba adalah ‘Abdullah seandainya
ia melakukan shalat pada sebagian malam.’ Kalimat ini mengindikasikan bahwa
orang yang melakukan shalat malam adalah orang yang baik.”[11]
Ia
berkata lagi, “Hadits ini menunjukkan bahwa shalat malam bisa menjauhkan orang
dari adzab.”[12]
‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya pecah-pecah.”[13]
Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ﻳَﻌْﻘِﺪُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻋَﻠَﻰ
ﻗَﺎﻓِﻴَﺔِ ﺭَﺃْﺱِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺇِﺫَﺍ ﻫُﻮَ ﻧَﺎﻡَ ﺛَﻼَﺙَ ﻋُﻘَﺪٍ ﻳَﻀْﺮِﺏُ ﻛُﻞَّ
ﻋُﻘْﺪَﺓٍ : ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻟَﻴْﻞٌ ﻃَﻮِﻳْﻞٌ ﻓَﺎﺭْﻗُﺪْ ! ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ ﻓَﺬَﻛَﺮَ
ﺍﻟﻠﻪَ ﺍِﻧْﺤَﻠَّﺖْ
ﻋُﻘْﺪَﺓٌ، ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻮَﺿَّﺄَ ﺍِﻧْﺤَﻠَّﺖْ ﻋُﻘْﺪَﺓٌ، ﻓَﺈِﻥْ ﺻَﻠَّﻰ ﺍِﻧْﺤَﻠَّﺖْ
ﻋُﻘْﺪَﺓٌ، ﻓَﺄَﺻْﺒَﺢَ ﻧَﺸِﻴْﻄًﺎ ﻃَﻴِّﺐَ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ، ﻭَﺇِﻻَّ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﺧَﺒِﻴْﺚَ
ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ ﻛَﺴْﻼَﻥَ .
“Syaitan
mengikat di pangkal kepala seseorang darimu saat ia tidur dengan tiga ikatan
yang pada masing-masingnya tertulis, ‘Malammu sangat panjang, maka tidurlah!’
Bila ia bangun lalu berdzikir kepada Allah, maka satu ikatan lepas, bila ia
berwudhu’ satu ikatan lagi lepas dan bila ia shalat satu ikatan lagi lepas.
Maka di pagi hari ia dalam keadaan semangat dengan jiwa yang baik. Namun jika
ia tidak melakukan hal itu, maka di pagi hari jiwanya kotor dan ia menjadi
malas.”[14]
Ibnu
Hajar berkata: “Apa yang terungkap dengan jelas dalam hadits ini adalah, bahwa shalat
malam memiliki hikmah untuk kebaikan jiwa walaupun hal itu tidak dibayangkan
oleh orang yang melakukannya, dan demikian juga sebaliknya. Inilah yang
diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
ﺇِﻥَّ ﻧَﺎﺷِﺌَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻫِﻲَ
ﺃَﺷَﺪُّ ﻭَﻃْﺌًﺎ ﻭَﺃَﻗْﻮَﻡُ ﻗِﻴﻠًﺎ
“Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu
itu lebih terkesan.” [Al-Muzzammil/73: 6]
Sebagian
ulama menarik kesimpulan dari hadits ini bahwa orang yang melakukan shalat
malam lalu ia tidur lagi, maka syaitan tidak akan kembali untuk mengikat dengan
beberapa ikatan seperti semula.”[15]
Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡِ ﺑَﻌْـﺪَ
ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺷَﻬْﺮُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡُ، ﻭَﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﺮِﻳْﻀَﺔِ
ﺻَﻼَﺓُ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ .
“Puasa
yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa pada) bulan Allah
yang mulia (Muharram) dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah
shalat malam.”[16]
An-Nawawi
rahimahullah berkata: “Hadits ini menjadi dalil bagi kesepakatan ulama bahwa
shalat sunnah di malam hari adalah lebih baik daripada shalat sunnah di siang
hari.”[17]
Ath-Thibi
berkata: “Demi hidupku, sungguh, seandainya tidak ada keutamaan dalam melakukan
shalat Tahajjud selain pada firman Allah:
ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﺘَﻬَﺠَّﺪْ ﺑِﻪِ
ﻧَﺎﻓِﻠَﺔً ﻟَﻚَ ﻋَﺴَﻰٰ ﺃَﻥْ ﻳَﺒْﻌَﺜَﻚَ ﺭَﺑُّﻚَ ﻣَﻘَﺎﻣًﺎ ﻣَﺤْﻤُﻮﺩًﺍ
“Dan pada
sebagian malam hari bershalat ta-hajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengang-katmu ke tempat yang terpuji.”
[Al-Israa’/17: 79]
Dan juga
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﺗَﺘَﺠَﺎﻓَﻰٰ ﺟُﻨُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻋَﻦِ
ﺍﻟْﻤَﻀَﺎﺟِﻊِ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺭَﺑَّﻬُﻢْ ﺧَﻮْﻓًﺎ ﻭَﻃَﻤَﻌًﺎ ﻭَﻣِﻤَّﺎ ﺭَﺯَﻗْﻨَﺎﻫُﻢْ
ﻳُﻨْﻔِﻘُﻮﻥَ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﻧَﻔْﺲٌ ﻣَﺎ ﺃُﺧْﻔِﻲَ ﻟَﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﻗُﺮَّﺓِ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ
ﺟَﺰَﺍﺀً ﺑِﻤَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ
ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ
“Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabb-nya dengan
rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami
berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan
untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata…”
[As-Sajdah/32: 16-17].
Juga
ayat-ayat yang lainnya, maka hal itu sudah cukup menjadi bukti keistimewaan
shalat ini.”[18]
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma ia menuturkan, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺃَﺣَﺐُّ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻼَﺓُ ﺩَﺍﻭُﺩَ، ﻭَﺃَﺣَﺐُّ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺩَﺍﻭُﺩَ : ﻛﺎَﻥَ
ﻳَﻨَﺎﻡُ ﻧِﺼْﻒَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﻳَﻘُﻮْﻡُ ﺛُﻠُﺜَﻪُ ﻭَﻳَﻨَﺎﻡُ ﺳُﺪُﺳَﻪُ، ﻭَﻳَﺼُﻮْﻡُ
ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻳَﻮْﻣًﺎ .
“Shalat
yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud Alaihissallam dan puasa
yang paling dicintai Allah juga puasa Nabi Dawud Alaihissallam. Beliau tidur
setengah malam, bangun sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam serta
berpuasa sehari dan berbuka sehari.”[19]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Al-Mahlabi mengatakan Nabi Dawud
Alaihissallam mengistirahatkan dirinya dengan tidur pada awal malam lalu ia
bangun pada waktu di mana Allah menyeru, ‘Adakah orang yang meminta?, niscaya
akan Aku berikan permintaannya!’ lalu ia meneruskan lagi tidurnya pada malam
yang tersisa sekedar untuk dapat beristirahat dari lelahnya melakukan shalat
Tahajjud. Tidur terakhir inilah yang dilakukan pada waktu Sahur. Metode seperti
ini lebih dicintai Allah karena bersikap sayang terhadap jiwa yang
dikhawatirkan akan merasa bosan (jika dibebani dengan beban yang berat,-ed) dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻻَ ﻳَﻤَﻞُّ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻤَﻠُّﻮْﺍ .
‘Sesungguhnya
Allah tidak akan pernah merasa bosan sampai kalian sendiri yang akan merasa
bosan.’
Allah
Subhanahu wa Ta’ala ingin selalu melimpahkan karunia-Nya dan memberikan
kebaikan-Nya.”[20]
Dari
Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻟَﺴَﺎﻋَـﺔً، ﻻَ
ﻳُﻮَﺍﻓِﻘُﻬَﺎ ﺭَﺟُـﻞٌ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
ﻭَﺍْﻵﺧِﺮَﺓِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻋْﻄَﺎﻩُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻞَّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ .
“Sesungguhnya
di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim memohon kepada
Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan
memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam.”[21]
An-Nawawi
rahimahullah berkata, “Hadits ini menetapkan adanya waktu dikabulkannya do’a
pada setiap malam, dan mengandung dorongan untuk selalu berdo’a di sepanjang
waktu malam, agar mendapatkan waktu itu.”[22]
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ﺭَﺣِﻢَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺭَﺟُـﻼً، ﻗَﺎﻡَ ﻣِﻦَ
ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻓَﺼَﻠَّﻰ، ﻭَﺃَﻳْﻘَﻆَ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺗَﻪُ ﻓَﺼَﻠَّﺖْ، ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﺖْ ﻧَﻀَﺢَ
ﻓِﻲْ ﻭَﺟْﻬِﻬَﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀَ، ﻭَﺭَﺣِﻢَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺓً، ﻗَﺎﻣَﺖْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ
ﻓَﺼَﻠَّﺖْ، ﻭَ ﺃَﻳْﻘَﻈَﺖْ ﺯَﻭْﺟَﻬَﺎ، ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﻰ ﻧَﻀَﺤَﺖْ ﻓِﻲْ ﻭَﺟْﻬِﻪِ
ﺍﻟْﻤَﺎﺀَ .
“Semoga
Allah merahmati seorang suami yang bangun di waktu malam lalu shalat dan ia pun
membangunkan isterinya lalu sang istri juga shalat. Bila istri tidak mau bangun
ia percikkan air ke wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun
di waktu malam lalu ia shalat dan ia pun membangunkan suaminya. Bila si suami
enggan untuk bangun ia pun memercikkan air ke wajahnya.”[23]
Dari Abu
Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ﻣَﻦِ ﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ
ﻭَﺃَﻳْﻘَﻆَ ﺃَﻫْﻠَﻪُ ﻓَﺼَﻠَّﻴَﺎ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ، ﻛُﺘِﺒَﺎ ﻣِﻦَ
ﺍﻟﺬَّﺍﻛِﺮِﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺍﻟﺬَّﺍﻛِﺮَﺍﺕِ .
“Barangsiapa
yang bangun di waktu malam dan ia pun membangunkan isterinya lalu mereka shalat
bersama dua raka’at, maka keduanya akan dicatat termasuk kaum laki-laki dan
wanita yang banyak berdzikir kepada Allah.”[24]
Al-Munawi
berkata, “Hadits ini seperti dikemukakan oleh ath-Thibi menunjukkan bahwa orang
yang mendapatkan kebaikan seyogyanya menginginkan untuk orang lain apa yang ia
inginkan untuk dirinya berupa kebaikan, lalu ia pun memberikan kepada yang
terdekat terlebih dahulu.”[25]
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳُﺒْﻐِﺾُ ﻛُﻞَّ
ﺟَﻌْﻈَﺮِﻱٍّ ﺟَﻮَّﺍﻅٍ، ﺻَﺤَّﺎﺏٍ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﺳْﻮَﺍﻕِ، ﺟِﻴْﻔَﺔٍ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﺣِﻤَﺎﺭٍ
ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻋَﺎﻟِﻢٍ ﺑِﺄَﻣْﺮِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺟَﺎﻫِﻞٍ ﺑِﺄَﻣْﺮِ ﺍْﻵﺧِﺮَﺓِ .
“Sesungguhnya
Allah membenci setiap orang yang perilakunya kasar, sombong, tukang makan dan
minum serta suka berteriak di pasar. Ia seperti bangkai di malam hari dan
keledai di siang hari. Dia hanya tahu persoalan dunia tapi buta terhadap urusan
akhirat.’”[26]
Dari Anas
Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻَﻼَﺓَ
ﻗَﻮْﻡٍ ﺃَﺑْﺮَﺍﺭٍ ﻳَﻘُﻮْﻣُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﻭَﻳَﺼُﻮْﻣُﻮْﻥَ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭَ، ﻟَﻴْﺴُﻮْﺍ
ﺑِﺄَﺛَﻤَﺔٍ ﻭَﻻَ ﻓُﺠَّﺎﺭٍ .
“Allah
telah menjadikan pada kalian shalat kaum yang baik; mereka shalat di waktu
malam dan berpuasa di waktu siang. Mereka bukanlah para pelaku dosa dan
orang-orang yang jahat.”[27]
Dari
‘Abdullah bin Salam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Yang pertama kali aku
dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sabda beliau:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻓْﺸُﻮﺍ
ﺍﻟﺴَّﻼَﻡَ، ﻭَﺃَﻃْﻌِﻤُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ، ﻭَﺻِﻠُﻮﺍ ﺍْﻷَﺭْﺣَـﺎﻡَ، ﻭَﺻَﻠُّﻮْﺍ
ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻧِﻴَﺎﻡٌ، ﺗَﺪْﺧُﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺑِﺴَﻼَﻡٍ .
“Wahai
manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahmi dan
shalatlah di malam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke
dalam Surga dengan selamat.”[28]
‘Abdullah
bin Qais mengatakan, bahwa ‘Aisyah Radhiyallahun anhuma berkata: “Janganlah
kalian meninggalkan shalat malam karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau malas, beliau
shalat dalam keadaan duduk.”[29]
Dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ﻓَﻀْﻞُ ﺻَﻼَﺓِ ﺍﻟﻠَّـﻴْﻞِ ﻋَﻠَﻰ
ﺻَﻼَﺓِ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻛَﻔَﻀْﻞِ ﺻَﺪَﻗَﺔِ ﺍﻟﺴِّﺮِّ ﻋَﻠَﻰ ﺻَﺪَﻗَﺔِ ﺍﻟْﻌَﻼَﻧِﻴَﺔِ .
“Keutamaan
shalat malam atas shalat siang, seperti keutamaan bersedekah secara sembunyi
atas bersedekah secara terang-terangan.”[30]
Dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu ia menuturkan pula, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ﺃَﻻَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻳَﻀْﺤَﻚُ ﺇِﻟَﻰ
ﺭَﺟُﻠَﻴْﻦِ : ﺭَﺟُﻞٌ ﻗَـﺎﻡَ ﻓِﻲْ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺑَﺎﺭِﺩَﺓٍ ﻣِﻦْ ﻓِﺮَﺍﺷِﻪِ ﻭَﻟِﺤَﺎﻓِﻪِ
ﻭَﺩِﺛَﺎﺭِﻩِ، ﻓَﺘَﻮَﺿَّﺄَ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻡَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ، ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﺰَّ
ﻭَﺟَﻞَّ ﻟِﻤَﻼَﺋِﻜَﺘِﻪِ : ﻣَﺎ ﺣَﻤَﻞَ ﻋَـﺒْﺪِﻱْ ﻫَﺬَﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺻَﻨَﻊَ؟
ﻓَﻴَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ : ﺭَﺑُّﻨَﺎ ﺭَﺟَﺎﺀً ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﻭَﺷَﻔَﻘَﺔً ﻣِﻤَّﺎ ﻋِﻨْﺪَﻙَ،
ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ : ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺪْ ﺃَﻋْﻄَﻴْﺘُﻪُ ﻣَﺎ ﺭَﺟَﺎ ﻭَﺃَﻣَّﻨْﺘُﻪُ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻑُ .
“Ketahuilah,
sesungguhnya Allah tertawa terhadap dua orang laki-laki: Seseorang yang bangun
pada malam yang dingin dari ranjang dan selimutnya, lalu ia berwudhu’ dan
melakukan shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para Malaikat-Nya,
‘Apa yang mendorong hamba-Ku melakukan ini?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Rabb kami,
ia melakukan ini karena mengharap apa yang ada di sisi-Mu dan takut dari apa
yang ada di sisi-Mu pula.’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku telah memberikan
kepadanya apa yang ia harapkan dan memberikan rasa aman dari apa yang ia
takutkan.’”[31]
Masih banyak
lagi hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang
keutamaan shalat malam, dorongan terhadapnya dan kedudukan orang-orang yang
senantiasa melakukannya.
Atsar
Sahabat Dan Kaum Salaf Tentang Keutamaan Shalat Malam Dan Anjurannya
Dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Sesungguhnya di dalam Taurat tertulis,
‘Sungguh Allah telah memberikan kepada orang-orang yang lambungnya jauh dari
tempat tidur apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar
oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia, yakni apa yang
tidak di-ketahui oleh Malaikat yang dekat kepada Allah dan Nabi yang
diutus-Nya.’”[32]
Dari
Ya’la bin ‘Atha’ ia meriwayatkan dari bibinya Salma, bahwa ia berkata, “‘Amr
bin al-‘Ash berkata, ‘Wahai Salma, shalat satu raka’at di waktu malam sama
dengan shalat sepuluh raka’at di waktu siang.”[33]
‘Umar bin
al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata, “Seandainya tidak ada tiga perkara;
seandainya aku tidak pergi berjihad di jalan Allah, seandainya aku tidak
mengotori dahiku dengan debu karena ber-sujud kepada Allah dan seandainya aku
tidak duduk bersama orang-orang yang mengambil kata-kata yang baik seperti
mereka mengambil kurma-kurma yang baik, maka aku merasa senang berjumpa dengan
Allah.”[34]
Saat
menjelang wafatnya Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Tidak ada sesuatu yang sangat aku
sedihkan di dunia ini selain rasa dahaga di siang hari dan kelelahan di malam
hari.”
Ibnu
‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Kemulian seseorang terletak pada shalatnya
di malam hari dan sikapnya menjauhi apa yang ada pada tangan orang lain.”[35]
Thalhah
bin Mashraf berkata, “Aku mendengar bila seorang laki-laki bangun di waktu
malam untuk melakukan shalat malam, Malaikat memanggilnya, ‘Berbahagialah
engkau karena engkau telah menempuh jalan para ahli ibadah sebelummu.’” Thalhah
mengatakan lagi, “Malam itu pun berwasiat kepada malam setelahnya agar
membangunkannya pada waktu di mana ia bangun.” Thalhah mengatakan lagi,
“Kebaikan turun dari atas langit ke pembelahan rambutnya dan ada penyeru yang
berseru, ‘Seandainya seorang yang bermunajat tahu siapa yang ia seru, maka ia
tidak akan berpaling (dari munajatnya).’”[36]
Dari
al-Hasan al-Bashri berkata, “Kami tidak mengetahui amal ibadah yang lebih berat
daripada lelahnya melakukan shalat malam dan menafkahkan harta ini.”[37]
Al-Hasan
juga pernah ditanya, “Mengapa orang yang selalu melakukan shalat Tahajjud
wajahnya lebih indah?” Ia menjawab, “Sebab mereka menyendiri bersama ar-Rahman
(Allah), sehingga Allah memberikan kepadanya cahaya-Nya.”[38]
Syuraik
berkata, “Barangsiapa yang banyak shalatnya di malam hari, maka wajahnya akan
tampak indah di siang hari.”[39]
Yazid
ar-Riqasyi berkata, “Shalat malam akan menjadi cahaya bagi seorang mukmin pada
hari Kiamat kelak dan cahaya itu akan berjalan dari depan dan belakangnya.
Sedangkan puasa seorang hamba akan menjauhkannya dari panasnya Neraka
Sa’ir.”[40]
Wahab bin
Munabih berkata, “Shalat di waktu malam akan menjadikan orang yang rendah
kedudukannya, mulia, dan orang yang hina, berwibawa. Sedangkan puasa di siang
hari akan mengekang seseorang dari dorongan syahwatnya. Tidak ada istirahat
bagi seorang mukmin tanpa masuk Surga.”[41]
Al-Awza’i
berkata, “Aku mendengar barangsiapa yang lama melakukan shalat malam, maka
Allah akan meringankan siksanya pada hari Kiamat kelak.”[42]
Ishaq bin
Suwaid berkata, “Orang-orang Salaf memandang bahwa berekreasi adalah dengan
cara puasa di siang hari dan shalat di malam hari.”[43]
Saya
katakan, “Dari pemaparan terdahulu jelaslah bahwa shalat malam memiliki
keutamaan yang besar dan hanya orang yang merugi yang meninggalkannya.”
Kita
berlindung kepada Allah dari kerugian dan hanya Dia-lah tempat memohon
pertolongan.
[Disalin
dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud
al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia
Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1].
Lihat Haasyiyatur Raudhil Murbi’, (II/219).
[2].
Lihat Tafsiir Fat-hul Qadiir oleh as-Syaukani, (V/667).
[3].
Tafsiir ath-Thabari, (XIII/197)
[4]. Ibid
(XIII/200).
[5].
Ibid.
[6].
Tafsiir Ibni Katsir (VI/363).
[7]. Baca
Haadil Arwaah ilaa Bilaadil Afraah oleh Ibnul Qayyim (hal. 278).
[8]. Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al-Musnadul Kabiir (IV/373) dari hadits
Asma’ binti Yazid x. Juga diriwayatkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib
wat-Tarhiib, (I/215).
[9]. HR.
Muslim, kitab ash-Shiyaam bab Fadhli Shaumil Mu-harram, (no. 1163).
[10]. HR.
Al-Bukhari, kitab al-Jumu’ah, bab Fadhli Qiyaamul Lail, (hadits no. 1122) dan
Muslim, kitab Fadhaa-ilish Sha-haabah bab Fiqhi Fadhaa-ili ‘Abdillah bin ‘Umar
c, (hadits no. 2479).
[11].
Fat-hul Baarii (III/9).
[12].
Ibid, (III/10).
[13]. HR.
Al-Bukhari, kitab Tafsiirul Qur-aan bab Liyaghfirallaahu laka maa Taqaddama min
Dzanbika… (hadits no. 4837) dan Muslim, kitab Shifatul Qiyaamah bab Iktsaaril
A’maal wal Ijtihaadi fil ‘Ibaadah (hadits no. 2820).
[14]. HR.
Al-Bukhari, kitab at-Tahajjud, bab ‘Aqdisy Syaithaani ‘alaa Qaafiyatir Ra’-si
idzza lam Yushshalli bil Lail, (hadits no. 1142) dan Muslim, kitab Shalaatil
Musaafiriin, bab Maa Warada fii man Naamal Laila Ajma’a hatta Ashbaha, (hadits
no. 776).
[15].
Fat-hul Baarii (III/33).
[16].
Telah ditakhrij sebelumnya.
[17].
Lihat Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VIII/55).
[18].
Lihat Tuhfatul Ahwadzii bisy Syarh Jaami’it Tirmidzi oleh al-Mubarakfuri,
(II/425).
[19]. HR.
Al-Bukhari dalam Shahiihnya kitab Ahaadiitsil Anbiyaa’, bab Ahabbish Shalaati
ilallaah Shalaati Dawud… (hadits no. 3420) dan Muslim dalam kitab ash-Shiyaam
bab an-Nahyi ‘an Shawmid Dahr, (hadits no. 1159).
[20].
Fat-hul Baarii (III/21).
[21]. HR.
Muslim dalam kitab Shalaatul Musaafiriin, bab Fil Laili Saa’tun Mustajaabun fii
had Du’aa’, (hadits no. 757).
[22].
Lihat Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VI/36).
[23]. HR.
Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab Qiyaamul Lail, (hadits no. 1308),
an-Nasa-i dalam kitab Qiyaamul Lail, bab at-Targhiibu fii Qiyaamil Lail,
(hadits no. 1610), Ibnu Majah dalam kitab Iqaamatush Shalaah, bab Maa Jaa-a fii
man Ayqazha Ahlahu minal Lail, (hadits no. 1336), Ibnu Khuzaimah dalam
Shahiihnya, (II/183), Ibnu Hibban dalam Shahiihnya (VI/306) sebagaimana yang
terdapat dalam al-Ihsaan), al-Hakim dalam al-Mustadrak, (I/309) dengan
komentarnya, “Ini adalah hadits shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Muslim.”
Penilaian al-Hakim disepakati pula oleh adz-Dzahabi. Sedangkan al-‘Allamah
al-Albani dalam Shahiihut Targhiib (no. 621) menilai hadits ini hasan.
[24]. HR.
Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab al-Hatstsu ‘ala Qiyaamil Lail, (hadits
no. 1451), Ibnu Majah, dalam kitab Iqaamatish Shalaah, bab Maa Jaa-a fii man
Ayqazha Ahlahu minal Lail, (1339), Ibnu Hibban dalam Shahiihnya, (VI/307)
sebagaimana dalam al-Ihsaan, al-Hakim (I/316) dan ia berkata, “Ini adalah
hadits shahih sesuai kriteria al-Bukhari dan Muslim, hanya saja keduanya tidak
mengeluarkannya.” Penilaian ini disepakati oleh adz-Dzahabi. Hadits ini
dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (hadits no. 330).
[25].
Lihat Faidhul Qadiir oleh al-Munawi, (IV/25).
[26]. HR.
Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, (X/194) dan al-Albani dalam Silsilatul
Ahaadiits ash-Shahiihah (hadits no. 195) menilai hadits ini shahih.
[27]. HR.
‘Abd bin Humaid, (II/147) dan adh-Dhiya’ al-Maqdisi dalam al-Mukhtaarah,
(V/74), melalui jalur periwayatan yang bersumber dari ‘Abd bin Humaid. Hadits
ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah
(hadits no. 1810).
[28]. HR.
At-Tirmidzi dalam kitab Shifatil Qiyaamah bab Minhu…, (hadits no. 2485). Beliau
mengomentari hadits ini dengan mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih.”
Hadits ini juga dikeluarkan Ahmad dalam Musnadnya, (hadits no. 23272) dan
ad-Darimi dalam Sunannya, (hadits no. 1460). Al-Hakim mengatakan, “Hadits ini
sanadnya shahih,” lihat al-Mustadrak, (IV/176).
[29]. HR.
Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab Qiyaamil Lail, (hadits no. 1307), Ahmad
dalam Musnadnya, (hadits no. 25583), al-Hakim dalam al-Mustadraknya, (I/452).
Al-Hakim berkata, “Hadits ini shahih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
Muslim.” Penilaian al-Hakim disetujui oleh adz-Dzahabi.
[30]. HR.
Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd, (hal. 8) dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, (IV/166).
Al-Haitsami (II/251) berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Mu’jamul Kabiir dan para perawinya adalah tsiqah.”
[31]. HR.
Ahmad, (I/416), Ibnu Hibban (VI/297, sebagaimana yang terdapat dalam
al-Ihsaan), al-Hakim, (II/112), Ibnu ‘Ashim dalam as-Sunnah, (I/249). Al-Hakim
berkata: “Sanad hadits ini shahih.” Penilaian al-Hakim disetujui oleh
adz-Dzahabi. Sedangkan al-Haitsami dan al-Albani menilainya hasan.
[32]. HR.
Al-Marwazi. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 36) dan al-Hakim dalam
al-Mustadrak, (II/414). Al-Hakim menilai hadits ini shahih dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
[33].
Lihat ash-Shalaah wat Tahajjud oleh Ibnu al-Khirath, (298).
[34].
Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 62).
[35].
Ibid (hal. 63).
[36].
Atsar ini diriwayatkan oleh al-Aajuri dalam Fadhlu Qiyaamil Laili wat Tahajjud
(hal. 58).
[37].
Lihat ash-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 298).
[38].
Atsar ini diriwayatkan oleh al-Marwazi. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal.
58).
[39].
Lihat al-Kaamil karya Ibnu ‘Adi, (II/526). Komentar saya (penulis): Sebagian
ulama ada yang menisbatkan ini kepada sabda Nabi dan penisbatan ini tidak
benar. Ibnul Jauzi menyebutkan atsar ini dalam al-Maudhuu’aat, (II/109) dan
Ibnu Thahir dalam Tadzkiratul Maudhuu’aat, (hal. 351). Kisah atsar ini
selengkapnya adalah seperti berikut:Tsabit bin Musa, seorang zahid, datang
kepada Syuraik al-Qadhi, sedang al-Mustamli ada di depannya. Syuraik mengatakan
al-A’masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan dari Jabir, ia menuturkan
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda -tanpa menyebut matan
haditsnya-, lalu ketika ia memandang Tsabit ia berkata, “Barangsiapa yang
selalu melakukan shalat di malam hari maka wajahnya akan tampak indah di siang
hari.” Yang dimaksudkan dengan ucapannya itu adalah Tsabit bin Musa karena
kezuhudannya, lalu Tsabit mengira bahwa ia meri-wayatkan hadits ini bersumber
dari Nabi (hadits marfu’) dengan sanad ini. Lihat perkataan as-Sakhawi dalam
Fat-hul Mughiits (I/311).
[40].
Lihat as-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 298).
[41].
Ibid, (299).
[42].
Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 66).
[43].
Ibid, (hal. 67)
Sumber : Almanhaj.or.id
No comments:
Post a Comment