Mengenal
Kesederhanaan Keluarga Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Sahabat
Ummi, begitu banyak kisah tentang kezuhudan para Sahabat dan generasi pendahulu
kita sebagai umat muslim. Salah satu kisah kesederhanaan yang dapat kita
teladani adalah kisah keluarga khalifah Ali bin Abi Thalib. Meskipun menjadi
seorang khalifah, tapi tak berarti keluarganya hidup dengan kemewahan. Wilayah
Islam saat itu telah sedemikian luas dan Baitul Mal selalu menyimpan kas.
Tetapi, seperti para pendahulunya, ia memilih hidup sederhana.
Seperti
diabadikan Syaikh Musthafa Murad, melihat Ali bin Abu Thalib kedinginan.
Tubuhnya menggigil seperti dilanda demam. Di malam yang hawa dinginnya sangat
menusuk itu, rupanya sang Khalifah hanya memakai selimut beludru. Ia tidak
memiliki selimut tebal.
“Wahai
amirul mukminin, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagian dari baitul mal
untukmu dan untuk keluargamu. Tapi aku melihatmu kedinginan seperti ini karena
tidak punya selimut”. “Demi Allah,” jawab Ali, “aku tidak mau mengambil
sedikitpun harta umat di baitul mal. Selimut ini aku beli dari uang pribadiku.”
Ali
bin Abi Thalib adalah pemimpin yang rela kedinginan dan kelaparan.Seorang
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang tidak memiliki uang untuk
sekedar membeli kain. Karena itu, kemudian Ali menjual pedangnya.
Selain
itu, ada pula kisah Fatimah, istri Ali bin Abi Thalib sekaligus anak
Rasulullah. Ketika Rasulullah bersama Jabir bin Abdullah Anshari pergi ke rumah
putrinya, telihat wajah putrinya itu pucat.Kemudian Rasulullah bertanya, ”Kenapa
wajahmu pucat?“ Fatimah menjawab, ”Karena lapar.”
Pada
saat itu Rasulullah berdoa, ”Illahi, wahai yang mengenyangkan orang kelaparan
dan mencukupi orang yang kekurangan, kenyangkanlah Fatimah putri Rasul-Mu”.
Jabir berkata, ”Demi Allah! Saya lihat perlahan-lahan darah mengalir di wajah
Fatimah dari dahi sehingga kembali menjadi merah (Bihār al-Anwār jilid 43 h.62
dari Al–Kāfī).
Abu
Sa’id al-Khudri, salah satu dari sahabat Rasulullah meriwayatkan bahwa saat itu
Ali dalam keadaan lapar dan Fatimah tidak memiliki apa-apa untuk dihidangkan
kepada Ali. Kemudian, Ali bertawakal kepada Allah keluar rumah untuk meminjam
beberapa keping dinar untuk keperluan rumah tangganya. Di tengah jalan ia
melihat Miqdad sedang duduk termenung di terik sinar matahari. Ali lalu
bertanya kepadanya, dan Miqdad bercerita bahwa ia meninggalkan keluarganya
dalam menangis kelaparan. Pada saat itu Ali memberikan dinar tersebut kepada
Miqdad dan pergi ke masjid.
Di
masjid, Rasulullah berkata kepada Ali, “Wahai Abal Hasan! Apakah Kau memiliki
sesuatu yang bisa kau hidangkan untuk kami malam ini?” Ali menundukkan kepala
dengan penuh rasa malu dan tidak mempunyai kekuatan untuk menjawab. Melihat
diamnya Ali, Rasulullah berkata lagi, “Wahai Abal Hasan! Katakanlah tidak, biar
kami pergi. Atau katakan iya, kami datang bersamamu.” Ali dengan penuh rasa
malu dan rasa hormat menjawab, ”Silahkan.”
Lalu,
Rasulullah jalan ke rumah Ali sambil memegang tangan Ali untuk menemui Fatimah.
Fatimah yang mendengar suara ayahnya, bangkit dan memberi salam.Kemudian
Fatimah menghidangkan makanan pada Rasulullah dan Ali. Ketika melihat makanan,
Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Fatimah, ”Duhai Fatimah! makanan ini dari
mana Kau dapatkan? Saya tidak pernah melihat dan mencium aroma makanan selama
ini”.
Rasulullah
berkata, ”Wahai Ali ini adalah sedikit balasan dinar dari sisi Allah.
Sesungguhnya Allah memberikan rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa
disangka-sangka”. MashaAllah..
Riwayat
lain menyebutkan bahwa kesederhanaan keluarga Ali bin Abi Thalib terlihat
ketika Salman datang berkhidmat kepada Fatimah, ia melihat jilbab panjang
Fatimah banyak tambalannya.
Begitu
sederhananya keluarga Ali bin Abi Thalib, padahal ia adalah seorang pemimpin
dan istrinya Fatimah yang merupakan anak dari Rasulullah. Semoga kita dapat
menjadikan pelajaran dari kesederhanaan keluarga Ali bin Abi Thalib, ya Sahabat
Ummi. (Cucu Rizka Alifah)
Sumber
: kisahikmah(dot)com, eramuslim(dot)com dan berbagai sumber
Ilustrasi:
Google
No comments:
Post a Comment