Tahukah anda, bahwa godaan wanita itu lebih menakutkan daripada godaan setan?
Kenapa, karena Allah ta’ala berfirman tentang godaan wanita,
إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya tipu daya (godaan) kalian wahai para wanita begitu besar.” [Yusuf: 28]
Sedang tentang godaan setan, Allah ta’ala berfirman
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Sesungguhnya tipu daya (godaan) setan itu lemah.” [An-Nisa: 76]
Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata,
هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ إِذَا ضُمَّتْ لَهَا آيَةٌ أُخْرَى حَصَلَ بِذَلِكَ بَيَانُ أَنَّ كَيْدَ النِّسَاءِ أَعْظَمُ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ
“Ayat yang mulia ini (An-Nisa: 76), apabila dipadukan dengan ayat yang lain (Yusuf: 28), maka hasilnya adalah penjelasan bahwa tipu daya (godaan) wanita lebih dahsyat dibanding tipu daya (godaan) setan.” [Adhwaul Bayan fi Idhahil Qur’an bil Qur’an, 2/217]
Asy-Syaikh AbdurRahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata,
والكيد: سلوك الطرق الخفية في ضرر العدو، فالشيطان وإن بلغ مَكْرُهُ مهما بلغ فإنه في غاية الضعف
“Tipu daya yang dimaksudkan di sini adalah menempuh cara-cara yang samar dalam membahayakan musuh. Maka setan, meskipun tipu dayanya telah sedemikian rupa akan tetapi ia sangat lemah.” [Taysirul Karimir Rahman, hal. 187]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga telah mengingatkan kelapada kita,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِى نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dalam rupa setan dan pergi dalam rupa setan, maka apabila seorang dari kalian melihat wanita, hendaklah ia mendatangi istrinya, karena dengan begitu akan menentramkan gejolak syahwat di jiwanya.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu]
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
قال العلماء معناه الاشارة إلى الهوى والدعاء إلى الفتنة بها لما جعله الله تعالى في نفوس الرجال من الميل إلى النساء والالتذاذ بنظرهن وما يتعلق بهن فهي شبيهة بالشيطان في دعائه إلى الشر بوسوسته وتزيينه له ويستنبط من هذا أنه ينبغى لها أن لا تخرج بين الرجال الا لضرورة وأنه ينبغى للرجل الغض عن ثيابها والاعراض عنها مطلقا
“Ulama berkata, makna hadits ini adalah peringatan dari hawa nafsu dan (bahaya) ajakan kepada fitnah (godaan) wanita, karena Allah telah menjadikan di hati-hati kaum lelaki adanya kecenderungan terhadap para wanita dan merasa nikmat ketika memandang mereka dan apa yang terkait dengan mereka, maka wanita menyerupai setan dari sisi ajakannya kepada kejelekan dengan bisikannya dan tipuannya. Dan dapat diambil kesimpulan hukum dari hadits ini bahwa tidak boleh bagi wanita untuk keluar di antara kaum lelaki kecuali karena satu alasan darurat (sangat mendesak), dan hendaklah kaum lelaki menundukkan pandangan; tidok boleh melihat pakaiannya dan hendaklah berpaling darinya secara mutlak.” [Syarhu Muslim, 9/178]
Maka sungguh dahsyat godaan wanita, walaupun setan sudah mengerahkan segenap “potensi” yang ada pada dirinya untuk menyesatkan anak Adam, namun ternyata godaannya tidak bisa sejajar, apalagi melebihi godaan wanita. Akan tetapi sayang seribu sayang, ternyata setan pun bisa memanfaatkan wanita sebagai kaki tangannya, entah sang wanita sadar atau tidak.
Jangan Berudaan dgn Non Mahram
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا أَقْرَبُ مَا يَكُونُ إِلَى اللَّهِ وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا
“Wanita adalah aurat, apabila ia keluar dari rumahnya maka setan akan menghiasinya, dan sesungguhnya seorang wanita lebih dekat kepada Allah ta’ala ketika ia berada di dalam rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ath-Thabarani, dan lafaz ini milik beliau, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 2688]
Wanita itu Aurat
Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,
أَيْ زَيَّنَهَا فِي نَظَرِ الرِّجَالِ وَقِيلَ أَيْ نَظَرَ إِلَيْهَا لِيُغْوِيَهَا وَيُغْوِيَ بِهَا
“Maknanya adalah setan menghiasi wanita di mata laki-laki. Juga dikatakan maknanya adalah setan melihat wanita tersebut untuk menyesatkannya dan menyesatkan laki-laki dengannya.” [Tuhfatul Ahwadzi, 4/283]
➡ Allah ta’ala berfirman,
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (23) وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24) وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 25
“Dan wanita (istri Raja) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya), dan wanita itu telah menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun berkeinginan (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?” [Yusuf: 23-25]
✅ Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
هذه المحنة العظيمة أعظم على يوسف من محنة إخوته، وصبره عليها أعظم أجرا، لأنه صبر اختيار مع وجود الدواعي الكثيرة، لوقوع الفعل، فقدم محبة الله عليها، وأما محنته بإخوته، فصبره صبر اضطرار، بمنزلة الأمراض والمكاره التي تصيب العبد بغير اختياره وليس له ملجأ إلا الصبر عليها، طائعا أو كارها
“Ujian (godaan wanita) ini sangat besar bagi Yusuf, melebihi ujian yang dilakukan oleh saudara-saudaranya. Dan sabarnya beliau terhadapnya lebih besar pahalanya, sebab ia adalah sabar berdasarkan pilihannya sendiri, bersamaan dengan itu banyak faktor yang mengajaknya untuk melakukan maksiat tersebut, akan tetapi beliau lebih mendahulukan cintanya kepada Allah ta’ala. Adapun ujian dengan saudara-saudaranya, maka sabarnya beliau adalah sabar dalam kondisi terpaksa, bagaikan penyakit dan musibah yang menimpa seorang hamba yang bukan atas dasar pilihannya sendiri, sehingga tidak ada lagi jalan keluar baginya kecuali bersabar menghadapinya, suka atau terpaksa.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 396]
No comments:
Post a Comment